Jakarta, malangterkini.id - Kenaikan terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT) ramai diperbincangkan bahkan hingga menuai protes mahasiswa. Mereka meminta Rektor dan Pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih ramah masyarakat. Terkait hal tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Tjitjik Sri Tjahjandarie menanggapi gelombang kritik terhadap UKT di perguruan tinggi, yang biayanya menjadi semakin mahal. Tjitjik mengatakan siswa harus membayar biaya sekolah agar penyelenggaraan pendidikan dapat memenuhi standar kualitas.
Dikatakannya,
pendidikan tinggi di Indonesia masih belum
gratis seperti di negara lain. Karena, bantuan operasional perguruan
tinggi negeri (BOPTN) belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan operasional.
Terkait banyaknya
protes terhadap UKT, Tjitjik mengatakan bahwa pendidikan tinggi adalah pilihan
yang tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun. Wajib belajar di Indonesia
saat ini hanya berlangsung selama 12 tahun, mulai dari SD, SMP, dan SMA.
Sedangkan penetapan
UKT serta biaya lainnya pada dasarnya berdasarkan peraturan resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi (Kemendikbudristek).
Ketentuan tersebut
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor
25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Perguruan Tinggi Negeri Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Seluruh biaya di PTN
dijelaskan mengacu pada Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi
(SSBOPT).
SSBOPT adalah biaya
penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak termasuk investasi dan pengembangan.
Perhitungan SSBOPT menjadi dasar
Kementerian mengalokasikan anggaran kepada PTN dalam APBN.
Data ini juga
digunakan PTN untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan mahasiswa, seperti
UKT, Biaya Kuliah unggal (BKT) dan sumbangan pengembangan institusi (SPI). Ada
banyak perbedaan diantara ketiganya.
Mengutip detikEdu,
Sabtu (18 Mei 2024), detikEdu merangkum pernyataan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020 sebagai berikut:
1. BKT
BKT adalah total
biaya operasional tahunan yang berhubungan langsung dengan proses belajar
mahasiswa suatu mata kuliah PTN. Meski sama-sama dikenakan biaya kepada
mahasiswa, namun BKT berbeda dengan UKT.
2. UKT
Berbeda dengan BKT,
UKT merupakan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa untuk proses pembelajaran. Keputusan ini akan
diambil oleh pimpinan PTN setelah berkonsultasi dengan Menteri melalui Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi atau Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi.
Biasanya dibagi
menjadi beberapa kelompok dan ditugaskan pada satu nominal saja. Jumlah
maksimum untuk Golongan I adalah Rp500.000,- dan golongan teratas harus sama
dengan besaran BKT yang ditentukan.
Dalam menentukan UKT
dan kelompok besaran mahasiswa, hendaknya mempertimbangkan kemampuan finansial
mahasiswa, orang tuanya, atau pihak lain yang mensponsori mahasiswa tersebut.
Kinerja ekonomi ini mencakup pendapatan dan total tanggungan keluarga. Mahasiswa
wajib membayar UKT secara penuh setiap
semester.
Namun apabila
kemampuan finansial mahasiswa, orang tua
atau sponsor lainnya menurun selama perjalanan mahasiswa tersebut, ia
bisa mengajukan permohonan pembebasan UKT sementara, pengurangan UKT, perubahan
kelompok atau pembayaran cicilan.
Selanjutnya, apabila
terdapat ketidaksesuaian antara data dan fakta mengenai keuangan mahasiswa atau
walinya, pimpinan PTN bisa mengurangi atau menambah besarannya dengan
menetapkan kembali penerapan UKT kepada mahasiswa tersebut. Segala tata cara
pemberian fasilitas berbayar ditetapkan oleh pengelola masing-masing PTN.
3. SPI
Biasa disebut uang
pangkal yang dibayar oleh mahasiswa mandiri. Besaran biaya SPI akan ditentukan
berdasarkan asas keadilan, proporsionalitas, dan pemerataan dengan
memperhatikan kelayakan finansial siswa, orang tua, atau pihak lain yang
membayar biaya tersebut.
Apabila mahasiswa
terbukti tidak mampu secara finansial, maka ia tidak dikenakan biaya
pengembangan institusi.
Sistem
Penentuan BKT dan UKT
Penentuan BKT pada
saat proses pembelajaran didasarkan pada hasil perhitungan SSBOPT. Sedangkan
SSBOPT ditentukan dengan mempertimbangkan pencapaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis
program studi, dan indeks biaya lokal.
Untuk menentukan
pencapaian standar nasional pendidikan tinggi, besaran biaya pendidikan
ditentukan oleh berbagai faktor lain, antara lain: Akreditasi program studi
oleh badan akreditasi internasional yang ditunjuk Kementerian, akreditasi PTN,
dan akreditasi internasional. Setiap unsur memiliki nilainya masing-masing,
yang dihitung menggunakan rumus yang
telah ditentukan untuk menentukan besaran BKT.
Jika akreditasi suatu
program studi atau institusi berubah, kemungkinan besar biaya BKT akan meningkat. Pasal 8 Ayat 3
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020 mengatur bahwa
apabila besaran BKT berubah maka besaran UKT harus disesuaikan, sehingga
kenaikan biaya BKT tidak mempengaruhi kenaikan UKT.
Oleh karena itu,
apabila BKT disesuaikan dan ternyata bertambah, maka kisaran penetapan UKT juga
dapat bertambah, dengan nilai minimal Rp 500.000 dan nilai maksimal sesuai
nominal BKT.