Malang, malangterkini.id - Angkutan desa (angdes) di Kabupaten Malang tengah mengalami penurunan jumlah yang cukup signifikan. Dalam tujuh tahun terakhir, populasi angkudes di Bumi Kanjuruhan ini menyusut hampir separuh. Dari awalnya 404 armada, kini hanya tersisa 148 unit.
Penyebab utama penurunan ini, menurut Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Malang, Tri Hermantoro, adalah minimnya minat penumpang. Tren penggunaan kendaraan pribadi yang semakin meningkat, ditambah dengan kemudahan dan kecepatan layanan transportasi online seperti ojek dan taksi online, membuat angkudes semakin terpinggirkan.
“Angkutan online itu kan bisa langsung ke tujuan, tidak perlu nunggu lama. Sedangkan angkudes kan masih pakai sistem trayek. Jadi, waktu tempuhnya bisa lebih lama,” jelas Hermantoro.
Usia Tua dan Kurangnya Peremajaan
Selain faktor persaingan dengan transportasi online, usia armada angkudes yang sudah tua juga menjadi kendala. Banyak angkudes yang kondisinya sudah tidak layak pakai, sehingga kurang menarik minat penumpang. Sayangnya, keterbatasan anggaran membuat pemerintah daerah belum bisa melakukan peremajaan secara besar-besaran.
Konsep Baru: Angkudes Antar-Jemput Pelajar
Untuk mengatasi masalah ini, Dishub Kabupaten Malang mencoba menawarkan konsep baru, yaitu memanfaatkan angkudes sebagai kendaraan antar-jemput pelajar. Dengan cara ini, diharapkan pendapatan para sopir angkudes bisa meningkat.
“Kita akan coba kerjasama dengan sekolah-sekolah. Misalnya, 50% armada angkudes difungsikan untuk antar-jemput siswa, sisanya tetap melayani masyarakat umum,” ujar Hermantoro.
Konsep ini sebenarnya sudah diterapkan di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Tumpang. Salah satu SMP di sana telah mencarter angkudes untuk mengantar dan menjemput siswanya.
Dukungan Pemerintah dan Sekolah Dibutuhkan
Agar konsep ini bisa berjalan dengan baik, dibutuhkan dukungan dari pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan, serta pihak sekolah. Dinas Pendidikan perlu mengeluarkan regulasi yang mewajibkan sekolah-sekolah untuk memanfaatkan jasa angkudes.
“Dishub tidak punya wewenang untuk mewajibkan, tapi kita akan terus mendorong agar sekolah-sekolah mau bekerja sama dengan kita,” tambah Hermantoro.
Tantangan ke Depan
Meskipun ada upaya untuk menyelamatkan angkudes, tantangan yang dihadapi masih cukup besar. Selain persaingan dengan transportasi online, perubahan perilaku masyarakat yang semakin modern juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan.
Pemerintah daerah perlu mencari solusi yang lebih kreatif dan inovatif untuk menjaga keberlangsungan angkutan umum tradisional ini. Selain itu, para pengusaha angkudes juga harus mau beradaptasi dengan perkembangan zaman dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada penumpang.
Nasib angkudes di Kabupaten Malang memang sedang tidak baik-baik saja. Namun, dengan kerja sama antara pemerintah, sekolah, dan pengusaha angkudes, diharapkan angkutan tradisional ini bisa tetap bertahan dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.