.png)
Malang, malangterkini.id - Musim hujan yang seharusnya menjadi berkah bagi pertanian, justru menjadi momok menakutkan bagi para petani bawang merah di Kabupaten Malang. Setiap kali rintik hujan membasahi bumi, hasil panen bawang merah mereka tak terelakkan mengalami penurunan drastis.
Yulianto, seorang petani bawang merah asal Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, merasakan betul dampak buruk musim hujan terhadap usahanya. "Saat musim kemarau, saya bisa memanen hingga 2,5 ton bawang merah. Namun, ketika musim hujan tiba, hasil panen saya bisa turun hingga 17 persen menjadi hanya 2 ton," keluhnya.
Mengapa Musim Hujan Begitu Merugikan Petani Bawang Merah?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan produksi bawang merah menurun drastis saat musim hujan:
- Masa Panen Terpaksa Dipercepat: Curah hujan yang tinggi memaksa petani untuk memanen bawang merah lebih awal, yaitu sekitar 60-65 hari setelah tanam. Padahal, pada kondisi ideal, bawang merah baru bisa dipanen setelah berusia 70-80 hari. Panen dini ini membuat pertumbuhan bawang merah belum maksimal dan berdampak pada kualitas serta kuantitas hasil panen.
- Risiko Kerusakan Akibat Air Hujan: Jika terendam air hujan terlalu lama, bawang merah akan mudah busuk dan rusak. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, petani terpaksa memanen lebih awal meskipun kualitasnya belum optimal.
- Serangan Hama dan Penyakit: Musim hujan menciptakan kondisi yang sangat kondusif bagi pertumbuhan jamur dan bakteri penyebab penyakit tanaman. Jika tidak segera diatasi, serangan hama dan penyakit ini dapat merusak daun dan umbi bawang merah.
Upaya Penanggulangan
Untuk meminimalisir kerugian akibat musim hujan, para petani bawang merah di Malang melakukan beberapa upaya, antara lain:
- Pemberian Fungisida: Penggunaan fungisida secara teratur sangat penting untuk mencegah dan mengatasi serangan penyakit tanaman. Yulianto, misalnya, menggunakan fungisida antracol untuk mengendalikan penyakit bercak daun. Fungisida ini berfungsi menghambat pertumbuhan jamur, melindungi tanaman dari pembusukan, dan meningkatkan kesehatan tanaman.
- Pengaturan pH Tanah: Selain menggunakan fungisida, petani juga perlu memperhatikan kondisi pH tanah. Jika pH tanah terlalu asam, petani dapat menggunakan dolomit untuk menaikkan pH tanah. Dolomit juga berfungsi membersihkan tanah dari senyawa racun seperti aluminium dan mangan yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
- Penjemuran: Setelah panen, bawang merah biasanya dikeringkan terlebih dahulu selama seminggu untuk meningkatkan daya simpan. Penjemuran dapat dilakukan dengan cara dijajar di atas bambu atau digantung.
Dampak Terhadap Harga
Meskipun produksi bawang merah menurun, harga jualnya cenderung fluktuatif. Dalam beberapa hari terakhir, harga bawang merah di tingkat grosir mengalami penurunan dari Rp 27.000 per kilogram menjadi Rp 25.000 per kilogram. Fluktuasi harga ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pasokan, permintaan, dan kondisi pasar.
Tantangan Ke Depan
Musim hujan akan selalu datang setiap tahunnya. Oleh karena itu, petani bawang merah perlu terus mencari solusi untuk mengatasi masalah ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
- Pengembangan Varietas Unggul: Pengembangan varietas bawang merah yang tahan terhadap penyakit dan mampu tumbuh optimal pada kondisi cuaca ekstrem.
- Penerapan Teknologi Pertanian: Penggunaan teknologi pertanian modern seperti sistem irigasi tetes dan rumah kaca dapat membantu petani mengendalikan kondisi lingkungan tumbuh tanaman.
- Kerjasama Petani: Pembentukan kelompok tani dapat mempermudah petani dalam memperoleh informasi, teknologi, dan akses pasar.
Musim hujan merupakan tantangan besar bagi para petani bawang merah di Kabupaten Malang. Namun, dengan upaya yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, masalah ini dapat diatasi. Pemerintah, lembaga penelitian, dan pihak swasta perlu bekerja sama untuk memberikan solusi yang berkelanjutan bagi para petani bawang merah.
