GfC8TSAlTSGoTUAoTfz7GpA9TA==

Vonis Bervariasi untuk Delapan Terdakwa Pabrik Narkoba Malang: Hukuman Berat Menanti Koordinator Utama

Malang, malangterkini.id - Pengadilan Negeri (PN) Malang baru saja menggelar sidang vonis yang menentukan nasib delapan terdakwa yang terlibat dalam kasus pabrik narkoba ilegal yang berlokasi di Jalan Bukit Barisan, Kota Malang. Putusan yang dibacakan oleh majelis hakim menunjukkan adanya perbedaan hukuman di antara para terdakwa, disesuaikan dengan pasal yang dilanggar serta peran dan lokasi penangkapan masing-masing individu dalam jaringan kejahatan tersebut.

Dari delapan terdakwa yang duduk di kursi pesakitan, satu nama mencuat dengan vonis yang lebih berat. Yudi Cahaya Nugraha (23), oleh majelis hakim PN Malang, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 20 tahun. Vonis ini lebih tinggi dibandingkan tujuh terdakwa lainnya yang masing-masing menerima hukuman 18 tahun penjara. Perbedaan signifikan dalam vonis ini mengindikasikan adanya pertimbangan khusus dari majelis hakim terkait tingkat keterlibatan dan tanggung jawab Yudi dalam operasional pabrik narkoba tersebut.

Tujuh terdakwa lainnya yang divonis 18 tahun penjara terbagi dalam dua kelompok berdasarkan lokasi penangkapan mereka. Tiga di antaranya, yakni Irwansyah (25) alias Iwan, Raynaldo Ramadhan (23), dan Hakiki Afif (21), ditangkap di sebuah apartemen di kawasan Kalibata, Jakarta. Penangkapan di lokasi yang berbeda ini mengisyaratkan peran mereka yang kemungkinan besar terkait dengan distribusi atau penyimpanan narkoba di luar Malang. Sementara itu, empat terdakwa lainnya ditangkap langsung di lokasi pabrik narkoba di Jalan Bukit Barisan, Kelurahan Gadingkasri, Kota Malang. Keempat orang ini adalah Slamet Saputra, Muhamad Dandi Aditya, Febriansah Pasundan, dan Ariel Rizky Alatas. Penangkapan mereka di lokasi produksi menegaskan keterlibatan langsung dalam pembuatan narkotika ilegal tersebut.

Humas PN Malang, Yoedi Anugerah Pratama, menjelaskan bahwa majelis hakim dalam putusannya berpendapat bahwa dakwaan terhadap delapan terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 113 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal ini mengatur mengenai tindak pidana produksi, impor, ekspor, atau penyaluran narkotika tanpa izin. Lebih lanjut, Yoedi mengungkapkan bahwa putusan majelis hakim berbeda dengan tuntutan yang sebelumnya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, JPU menuntut hukuman mati dan seumur hidup bagi para terdakwa, namun majelis hakim memiliki pandangan lain setelah mempertimbangkan berbagai fakta dan bukti yang terungkap selama persidangan.

Menurut putusan majelis hakim, para terdakwa terbukti melanggar Pasal 113 terkait produksi narkotika jenis sintetis dan psikotropika. Yoedi Anugerah Pratama menjelaskan lebih lanjut mengenai rincian hukuman yang dijatuhkan. Untuk tujuh terdakwa, majelis hakim memutuskan hukuman pidana penjara selama 18 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar 500 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan. Vonis ini menunjukkan adanya sanksi finansial yang cukup besar sebagai tambahan hukuman penjara.

Lebih spesifik mengenai vonis yang lebih berat bagi Yudi Cahaya Nugraha, Yoedi mengungkapkan bahwa terdakwa berusia 23 tahun tersebut, yang sebelumnya dituntut hukuman mati oleh jaksa, divonis hukuman penjara selama 20 tahun. Selain hukuman badan, Yudi juga dikenakan denda yang lebih besar, yakni Rp 2 miliar. Jika denda ini tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama satu tahun. Perbedaan signifikan dalam hukuman dan denda ini menggarisbawahi peran sentral Yudi dalam operasional pabrik narkoba.

Yoedi Anugerah Pratama lebih lanjut menjelaskan alasan di balik perbedaan vonis antara Yudi dan tujuh terdakwa lainnya. Menurut majelis hakim, perbedaan tersebut didasarkan pada proses perbuatan yang dilakukan oleh masing-masing terdakwa. Lima terdakwa yang ditangkap di Malang, yaitu Slamet Saputra, Muhamad Dandi Aditya, Febriansah Pasundan, dan Ariel Rizky Alatas, secara langsung terlibat dalam proses produksi narkotika di rumah yang dijadikan pabrik di Jalan Bukit Barisan. Sementara itu, Yudi Cahaya Nugraha dinilai memiliki peran yang lebih besar sebagai koordinator atau penanggung jawab dari seluruh proses produksi narkoba di Kota Malang.

Selain itu, terungkap dalam persidangan bahwa Yudi Cahaya Nugraha menjalin komunikasi dengan dua pengendali yang saat ini masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO), yang dikenal dengan nama Bang Khen dan Koko alias Koko Amin. Keterlibatan Yudi dalam koordinasi dengan pihak yang lebih tinggi dalam jaringan narkoba ini menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman yang lebih berat. Yoedi Anugerah Pratama menegaskan bahwa majelis hakim memiliki pandangan yang berbeda dengan tuntutan hukuman yang diajukan oleh penuntut umum, dan putusan yang diambil didasarkan pada penilaian yang cermat terhadap fakta dan peran masing-masing terdakwa.

Menanggapi putusan vonis tersebut, kuasa hukum para terdakwa, Guntur Putra Abdi Wijaya, menyatakan bahwa pihaknya masih akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Ia akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para terdakwa dan keluarga mereka untuk menentukan upaya hukum yang akan diambil. Langkah yang sama juga diambil oleh pihak Jaksa Penuntut Umum yang juga menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

Guntur Putra Abdi Wijaya menambahkan bahwa meskipun kliennya telah terhindar dari hukuman mati, pihaknya berpendapat bahwa seharusnya kliennya dapat lolos dari sangkaan Pasal 113 Undang-undang Narkotika. Menurutnya, para terdakwa merupakan korban dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia berargumen bahwa kliennya dieksploitasi dan dipaksa untuk terlibat dalam produksi narkoba, sehingga seharusnya status mereka adalah korban, bukan pelaku utama.

Lebih lanjut, Guntur menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan upaya hukum dan pendampingan untuk membela kliennya. Ia berharap agar proses hukum dapat berjalan seimbang dan mempertimbangkan fakta bahwa kliennya juga merupakan korban dari jaringan narkoba yang lebih besar. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pihak pengacara akan berupaya mengajukan banding atau upaya hukum lainnya untuk meringankan hukuman para terdakwa.

Kasus pabrik narkoba di Jalan Bukit Barisan ini terungkap setelah adanya pengembangan dari kasus sebelumnya. Pada tanggal 2 Juli 2024, sebuah rumah di Jalan Bukit Barisan Nomor 2, Kecamatan Klojen, Kota Malang, digerebek oleh tim gabungan dari Bareskrim Mabes Polri dan Direktorat Bea Cukai pusat. Penggerebekan ini merupakan tindak lanjut dari pengungkapan tempat transit ganja sintetis atau tembakau gorilla di Kalibata, Jakarta Selatan, pada tanggal 29 Juni 2024. Keterkaitan antara dua lokasi ini menunjukkan adanya jaringan narkoba yang terorganisir dan beroperasi di beberapa kota.

Sebelumnya, dalam sidang tuntutan di PN Malang pada pekan lalu, JPU menuntut hukuman yang sangat berat bagi kedelapan terdakwa. Yudi Cahaya Nugraha dituntut hukuman mati atas perannya dalam pabrik narkoba yang beroperasi pada periode Juli 2024. Sementara itu, tujuh terdakwa lainnya, yaitu Febriansah Pasundan (21), Muhamad Dandi Aditya (24), Ariel Rizky Alatas (21), dan Slamet Saputra (28) yang diamankan di Kota Malang, serta Irwansyah (25), Raynaldo Ramadhan (23), dan Hakiki Afif (21) yang ditangkap di Jakarta, semuanya dituntut dengan hukuman seumur hidup. Perbedaan antara tuntutan jaksa dan vonis hakim menunjukkan adanya perbedaan interpretasi terhadap fakta dan hukum dalam kasus ini.

Pengungkapan kasus ini bermula dari kecurigaan pihak berwenang terhadap aktivitas di sebuah rumah di kawasan Bukit Barisan. Setelah melakukan penyelidikan dan pengembangan dari kasus sebelumnya di Jakarta, tim gabungan berhasil mengidentifikasi rumah tersebut sebagai lokasi produksi narkoba skala besar. Penggerebekan yang dilakukan berhasil mengamankan para pelaku beserta barang bukti berupa narkotika dan peralatan produksi.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan produksi narkoba jenis sintetis yang dikenal memiliki dampak buruk yang signifikan bagi kesehatan dan keamanan masyarakat. Selain itu, terungkapnya jaringan yang melibatkan beberapa kota menunjukkan betapa kompleks dan terorganisirnya kejahatan narkoba di Indonesia. Vonis yang dijatuhkan oleh PN Malang diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan menjadi peringatan bagi pihak lain yang terlibat dalam bisnis haram ini.

Proses persidangan yang telah berlangsung memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai peran masing-masing terdakwa dalam jaringan ini. Meskipun beberapa di antaranya berdalih sebagai korban TPPO, majelis hakim memiliki pertimbangan lain berdasarkan bukti-bukti yang diajukan selama persidangan. Putusan yang bervariasi ini mencerminkan prinsip keadilan yang berusaha diterapkan dalam sistem peradilan pidana, di mana hukuman disesuaikan dengan tingkat kesalahan dan keterlibatan pelaku.

Langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pihak terdakwa maupun jaksa penuntut umum akan menentukan akhir dari proses hukum kasus ini di tingkat pertama. Jika salah satu pihak mengajukan banding, maka kasus ini akan berlanjut ke tingkat Pengadilan Tinggi untuk mendapatkan putusan yang lebih tinggi. Masyarakat akan terus memantau perkembangan kasus ini, mengingat dampaknya yang luas terhadap pemberantasan narkoba di Indonesia.

Kasus pabrik narkoba di Malang ini sekali lagi menegaskan pentingnya kewaspadaan dan kerjasama antara aparat penegak hukum dan masyarakat dalam memberantas peredaran narkoba. Jaringan yang melibatkan produksi di satu kota dan distribusi di kota lain menunjukkan modus operandi yang semakin canggih dan memerlukan strategi penindakan yang lebih terkoordinasi. Vonis yang telah dijatuhkan diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya yang lebih besar untuk melindungi masyarakat dari bahaya narkoba.

Advertisement
pasang iklan media online nasional pewarta network
Advertisement
pasang iklan media online nasional pewarta network
Advertisement
pasang iklan media online nasional pewarta network

Ketik kata kunci lalu Enter

close
pasang iklan media online nasional pewarta network