Malang, malangterkini.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema). Kedua tersangka adalah AS, mantan Direktur Polinema periode 2017-2021, dan HS, selaku pihak penjual tanah.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim, Windhu Sugiarto, dugaan korupsi ini terjadi pada tahun anggaran 2019 hingga 2020. AS dan HS diduga melakukan pengadaan tanah secara melawan hukum, melanggar sejumlah prosedur dan administrasi yang berlaku.
Salah satu pelanggaran signifikan adalah proses pengadaan yang dilakukan tanpa melibatkan panitia resmi yang seharusnya dibentuk. Selain itu, harga tanah seluas 7.104 meter persegi itu tidak ditentukan berdasarkan penilaian jasa appraisal, melainkan ditetapkan secara sepihak oleh AS dengan harga Rp6 juta per meter persegi, sehingga total nilai pembelian mencapai Rp42,624 miliar.
Windhu menjelaskan bahwa kedua tersangka diduga memanipulasi pembelian tanah dan mengambil keuntungan pribadi dari transaksi ini. Meskipun uang muka sebesar Rp3,87 miliar dibayarkan pada 30 Desember 2020 menggunakan dokumen yang dibuat secara backdate (termasuk surat keputusan panitia, notulen rapat, hingga akta jual beli), proses pembayaran terus berlanjut hingga mencapai Rp22,6 miliar. Ironisnya, setelah transaksi pembayaran, tidak ada proses akuisisi aset atau pencatatan hak atas tanah oleh Polinema.
Lebih lanjut, sebagian besar lahan yang dibeli diketahui masuk dalam zona ruang manfaat jalan dan badan air, serta berbatasan langsung dengan sempadan sungai. Hal ini menunjukkan bahwa lahan tersebut tidak sesuai untuk pembangunan gedung kampus, yang seharusnya menjadi tujuan pengadaan tanah.
Selain itu, terdapat kejanggalan dalam pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sebagian dari dana yang telah dibayarkan Polinema, yaitu sebesar Rp4,3 miliar dan Rp3,1 miliar, dititipkan kepada notaris dan pihak internal Polinema untuk membayar BPHTB penjual dan pembeli. Padahal, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya tidak dikenakan BPHTB.
Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp22,624 miliar. AS dan HS kini telah ditahan oleh Kejati Jatim. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.