Malang, malangterkini.id - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur berhasil membongkar jaringan praktik pengoplosan gas elpiji subsidi di Kabupaten Malang. Dalam pengungkapan kasus ini, empat individu telah ditetapkan sebagai tersangka.
Empat pelaku yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka adalah RH, PY, TL, dan RM. Menurut Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, kelompok ini telah menjalankan aksi ilegalnya selama empat bulan, dan berhasil meraup keuntungan fantastis hingga Rp384 juta. Pernyataan ini disampaikan Kombes Jules pada Selasa, 10 Juni 2025.
Modus operandi para pelaku cukup sederhana namun merugikan negara. Mereka menyuntikkan gas elpiji 3 kilogram yang merupakan produk bersubsidi pemerintah, ke dalam tabung non-subsidi berukuran 5,5 kg dan 12 kg. Setelah dioplos, gas tersebut kemudian dijual kembali ke pasaran dengan harga non-subsidi.
“Para tersangka membeli elpiji subsidi secara eceran di wilayah Jombang dan Malang. Gas tersebut lantas mereka suntikkan ke tabung ukuran besar yang sejatinya tidak mendapat subsidi dari pemerintah,” terang Kombes Jules.
Dari hasil penyelidikan mendalam, terungkap bahwa RH berperan sebagai pemodal utama sekaligus pemilik usaha ilegal ini. Sementara itu, PY, TL, dan RM bertugas sebagai operator lapangan, bertanggung jawab langsung dalam proses pemindahan isi tabung gas.
Praktik ilegal yang dijalankan para pelaku ini akhirnya terendus berkat laporan warga setempat. Masyarakat melaporkan adanya aktivitas mencurigakan terkait pengoplosan elpiji di wilayah mereka. Ketika penggerebekan dilakukan, polisi mendapati keempat tersangka sedang sibuk memindahkan isi tabung gas 3 kg ke tabung berukuran lebih besar.
"Dalam kasus ini, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 228 juta,” ungkap Kombes Jules. Kerugian ini timbul dari penyalahgunaan subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.
Atas perbuatan mereka, keempat pelaku dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal yang menanti para tersangka adalah enam tahun penjara. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak lain yang mencoba mengambil keuntungan dari penyalahgunaan subsidi pemerintah.