Malang, malangterkini.id - Kontingen futsal Kota Malang harus puas meraih medali perak pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) IX Jawa Timur 2025. Persiapan intensif selama hampir 10 bulan untuk meraih medali emas terpaksa pupus menyusul insiden kericuhan yang terjadi delapan menit sebelum laga final usai.
Ketua Asosiasi Futsal Kota (AFK) Malang, Rizal Ghoniem, menyatakan kekecewaannya mendalam terhadap kericuhan yang pecah pada final futsal Porprov Jawa Timur antara Kota Malang melawan Kota Surabaya. Pertandingan yang digelar di Graha Politeknik Negeri Malang (Polinema) pada Jumat (27/6) itu dihentikan saat waktu tersisa 8 menit 33 detik, dengan skor sementara 0-2 untuk keunggulan tim Kota Surabaya.
Rizal menduga kericuhan di area lapangan bukan berasal dari penonton umum, melainkan dari individu yang mengenakan atribut kontingen. Ia mempertanyakan mengapa orang-orang tersebut bisa berada di area steril yang seharusnya hanya diisi oleh ofisial tim dan pemain. "Kalau dilihat dari video, kericuhan itu berasal dari orang-orang berbaju biru-putih, atau baju kontingen. Seharusnya mereka berada di tribun, bukan di pinggir lapangan," ungkap Rizal kepada wartawan pada Sabtu (5/7).
Selain itu, Rizal juga menyoroti lemahnya sistem pengamanan selama pertandingan. Menurutnya, penyelenggaraan Porprov Jatim ke-9 kali ini tidak didukung anggaran yang memadai, terutama dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Malang selaku pelaksana teknis. "Kita tahu anggaran dari Dispora sangat minim, dan hasilnya seperti ini. Pengamanan tidak maksimal, area steril tidak benar-benar steril," kritiknya.
Rizal menekankan bahwa Tim Futsal Kota Malang telah melakukan persiapan matang selama hampir setahun, termasuk mendatangkan pelatih Liga Pro berlisensi AFC Level 3. Dengan segala upaya tersebut, target utama mereka adalah meraih dua medali emas dari cabang futsal putra dan putri. Namun, akibat insiden di final tersebut, Kota Malang hanya berhasil membawa pulang medali perak dari cabang futsal putri. Sementara itu, pertandingan futsal putra dihentikan dan kedua tim dinyatakan sebagai juara bersama.
Meskipun telah menerima keputusan juara bersama dengan lapang dada, Rizal tetap menyayangkan bahwa semangat fair play justru dirusak oleh situasi yang tidak terkendali saat pertandingan. "Kami ketinggalan 2-0, tapi dalam futsal 8 menit itu waktu yang sangat panjang. Bisa saja skor berubah. Tapi insiden ini membuat semua kerja keras kami selama 10 bulan tertutup begitu saja," ucapnya.
AFK Malang juga menyesalkan keputusan sepihak yang diambil atas nama keolahragaan tanpa mengedepankan keadilan kompetisi. Rizal berharap Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Malang tidak hanya hadir saat pertandingan, tetapi juga terlibat aktif dalam pembinaan atlet sejak awal. "Kami butuh perhatian sejak pembentukan tim, bukan hanya saat pertandingan. Kalau ingin olahraga Kota Malang maju, pembinaan harus jadi prioritas, bukan cuma absensi," harapnya.
Ke depan, Rizal menyampaikan rencana AFK Kota Malang untuk meningkatkan jumlah pelatih bersertifikasi dan menyelenggarakan kompetisi MFL 2025 yang dijadwalkan berlangsung pada Agustus mendatang. "Kita sudah menjadwalkan gelaran MFL dalam waktu dekat," pungkasnya.