Malang, malangterkini.id - Keberadaan toko minuman keras di Kota Malang kembali menjadi sorotan. Meskipun terdapat belasan gerai yang telah mengantongi izin resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, kekhawatiran akan maraknya peredaran minuman beralkohol ilegal memicu desakan untuk pengawasan yang lebih ketat.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, menjelaskan bahwa pihaknya hanya mencatat sejumlah toko miras yang beroperasi secara legal. "Tidak sampai 20-an (toko). Di bawah itu," ujar Arif kepada wartawan pada Rabu (23/7/2025). Ia menambahkan bahwa belasan gerai ini telah melakukan perpanjangan izin sejak pertama kali mengantongi legalitas pada tahun 2017. "Tercatat kan sifatnya perpanjangan yang tahun 2017 dulu," sebutnya.
Arif menegaskan bahwa Pemkot Malang telah memiliki landasan hukum yang kuat dalam mengatur peredaran minuman beralkohol, yaitu melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2020 tentang peredaran dan pengawasan minuman beralkohol di Kota Malang. Regulasi ini menjadi payung hukum bagi upaya Pemkot untuk mengendalikan distribusi dan penjualan miras di wilayahnya.
Momentum ini, ditambah dengan munculnya promosi toko miras tak berizin oleh pihak tertentu seperti "King Abdi", mendorong Pemkot Malang untuk mengintensifkan operasi pengawasan peredaran miras. Arif menjelaskan bahwa operasi ini akan lebih fokus menyasar toko-toko yang beroperasi tanpa izin resmi. Ia mengakui bahwa meskipun ada belasan toko miras yang berizin, jumlah toko ilegal disinyalir jauh lebih banyak dan memerlukan penertiban serius. "Operasi sudah menjadi program rutin kami dengan Satpol PP. Kita cek, terutama yang tak berizin. Karena disinyalir banyak tempat yang tak memiliki izin," paparnya.
Di sisi lain, anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi, menyatakan pandangannya terkait jumlah toko miras berizin di Kota Malang. Menurutnya, kurang dari 20 toko miras yang berizin saat ini sudah dianggap lebih dari cukup. Oleh karena itu, ia secara tegas mendorong Pemkot Malang untuk menghentikan penerbitan izin usaha miras baru. "Ini sudah lebih dari cukup. Jadi jangan nambah lagi. Artinya, jangan lagi mengeluarkan izin untuk toko miras baru di Kota Malang," kata Arief saat dikonfirmasi secara terpisah.
Arif Wahyudi juga menyoroti kontribusi ekonomi dari keberadaan toko miras yang dinilainya tidak signifikan bagi Pemkot Malang. Menurutnya, pendapatan yang dihasilkan dari sektor ini hanya mencapai ratusan juta rupiah, yang ia anggap "kecil". Jumlah ini, kata Arif, tidak sebanding dengan potensi dampak negatif dan "stigma buruk" yang bisa timbul akibat menjamurnya bisnis minuman keras di tengah masyarakat Kota Malang. "Pendapatan hanya ratusan juta saja, kecil itu. Ini berbanding terbalik dengan stigma buruk yang didapat nanti. Jadi harus benar-benar dihentikan sampai sini saja, jangan ditambah lagi," pungkasnya, menggarisbawahi urgensi untuk tidak menambah jumlah toko miras di Kota Malang.
Pernyataan dari kedua belah pihak ini mengindikasikan adanya konsensus antara eksekutif dan legislatif terkait perlunya pengawasan ketat terhadap peredaran minuman beralkohol. Fokus utama adalah pada penertiban toko-toko ilegal dan pembatasan penerbitan izin baru, dengan mempertimbangkan dampak sosial yang mungkin timbul.
Upaya Pemkot Malang untuk mengintensifkan operasi pengawasan diharapkan dapat menekan angka peredaran miras ilegal. Namun, tantangan terbesar mungkin terletak pada identifikasi dan penindakan terhadap semua gerai tak berizin yang tersebar di berbagai sudut kota. Kolaborasi yang erat antara Disnaker-PMPTSP, Satpol PP, dan pihak terkait lainnya akan menjadi kunci keberhasilan dalam menegakkan Perda yang ada dan memastikan lingkungan yang lebih tertib bagi masyarakat Kota Malang.
Diskusi ini juga membuka ruang untuk meninjau kembali efektivitas regulasi yang sudah ada. Apakah Perda Nomor 4 Tahun 2020 sudah cukup kuat dalam menertibkan peredaran miras? Bagaimana dengan pengawasan pasca-izin diterbitkan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus relevan seiring dengan dinamika sosial dan ekonomi di Kota Malang, terutama dalam menyikapi peredaran minuman beralkohol.