GfC8TSAlTSGoTUAoTfz7GpA9TA==

Pupuk Subsidi Minim Diminati Petani Malang, Alasannya Beragam

Malang, malangterkini.id - Pupuk bersubsidi yang digelontorkan pemerintah untuk membantu petani di Kabupaten Malang ternyata tidak banyak diminati. Hingga pertengahan tahun ini, realisasi penyerapan pupuk subsidi masih jauh dari target. Hal ini tentu menjadi keprihatinan, mengingat pupuk merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian hasil panen yang optimal.

Berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, realisasi penyerapan pupuk urea bersubsidi baru mencapai 6.500 ton dari alokasi 19.300 ton untuk setahun. Sedangkan untuk pupuk NPK, realisasinya hanya 9.453 ton dari total alokasi 34.400 ton.

Minimnya minat petani terhadap pupuk subsidi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah karena musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga banyak petani yang beralih dari menanam padi ke tanaman lain seperti jagung atau tembakau. Peralihan tanaman ini tentu berimbas pada penggunaan pupuk, karena kebutuhan pupuk untuk tanaman yang berbeda-beda.

"Belum musim tanam (padi) sehingga pemakaian pupuk sedikit. Mungkin September atau Oktober depan sudah memasuki musim tanam," ujar Mursidin Purwanto, Kepala Bidang Sarana, Prasarana dan Penyuluhan DTPHP Kabupaten Malang.

Selain faktor musim, rumitnya prosedur pengadaan pupuk subsidi juga menjadi alasan lain petani enggan menggunakannya. Hal ini diamini oleh Sutomo, petani kopi asal Desa Ampelgading, Kecamatan Tirtoyudo.

"Rata-rata petani tidak mau ribet. Kalau pakai pupuk subsidi kan banyak aturannya," ujar Sutomo yang sudah bertahun-tahun menanam kopi.

Sutomo dan petani lainnya sadar bahwa pupuk non-subsidi harganya jauh lebih mahal. Biaya perawatannya pun bisa membengkak hingga tiga kali lipat. Hal ini tentu memberatkan para petani.

"Sudah dua tahunan mungkin menggunakan non-subsidi terus," kata Sutomo.

Meski biayanya membengkak, mereka terpaksa memilih pupuk non-subsidi agar terhindar dari kerumitan proses pengadaan pupuk subsidi. Untuk menekan biaya, mereka biasanya mengurangi takaran pupuk yang digunakan.

"Ya mengurangi dosis penggunaan pupuk," kata Sutomo.

Dalam satu hektare lahan, biasanya dibutuhkan sekitar 6-8 kuintal pupuk untuk memupuk 1.500-1.600 tanaman kopi. Namun, dengan pupuk non-subsidi, mereka mengurangi dosisnya menjadi 5-6 kuintal.

Sutomo bersyukur bahwa pengurangan pupuk ini tidak berdampak pada hasil panen. Hal ini karena mereka menambahkan pupuk kandang sebagai pupuk komplementer.

Minimnya minat petani terhadap pupuk subsidi ini tentu perlu menjadi perhatian bersama. Perlu dicari solusi agar pupuk subsidi bisa lebih mudah diakses oleh petani dengan tetap menjaga akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan. Selain itu, edukasi tentang penggunaan pupuk yang tepat dan efisien juga perlu digencarkan kepada para petani.

Dengan upaya bersama, diharapkan pupuk subsidi dapat dimanfaatkan secara optimal oleh petani untuk meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan mereka.

Advertisement
pasang iklan media online nasional pewarta network
Advertisement
pasang iklan media online nasional pewarta network
Advertisement
pasang iklan media online nasional pewarta network

Ketik kata kunci lalu Enter

close