Malang, malangterkini.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Malang secara resmi mengumumkan sikap mereka dalam konflik hukum yang melibatkan Nurul Sahara dengan mantan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim, Imam Muslimin atau yang akrab disapa Yai Mim. Keputusan LBH GP Ansor untuk memberikan pendampingan hukum gratis (pro bono) kepada Sahara dibanding Yai Mim diakui telah memicu pro dan kontra di tengah publik, terutama setelah kasus ini viral di media sosial.
Meluruskan Arah Pendampingan Hukum
Ketua LBH GP Ansor Kota Malang, M. Zakki, merasa perlu untuk meluruskan alasan di balik keterlibatan pihaknya. Zakki menegaskan bahwa fokus pendampingan mereka murni pada aspek hukum dan bukan pada isu-isu liar terkait hubungan bertetangga yang banyak beredar di masyarakat.
"Hal paling penting yang perlu kami sampaikan, LBH GP Ansor Kota Malang, dalam hal ini hanya ikut mendampingi masalah hukum yang terjadi, bukan permasalahan hubungan bertetangga yang isunya liar ke mana-mana," ujar Zakki, mengklarifikasi posisi lembaganya kepada media pada Rabu (8/10/2025).
Zakki mengungkapkan bahwa landasan sikap LBH GP Ansor dalam memberikan pendampingan hukum kepada Sahara didasari oleh 13 poin pertimbangan utama.
Berawal dari Laporan Dugaan Kekerasan Seksual dan Pencemaran Nama Baik
Kasus ini mulai menjadi atensi publik setelah viral. Menurut Zakki, semuanya bermula pada awal September 2025, ketika salah satu pengurus inti PC GP Ansor menerima pengaduan serius dari masyarakat.
"Inti dari pengaduan itu adalah sudah terjadi dugaan pelecehan seksual serta pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Imam Muslimin kepada Sahara," tegasnya.
Laporan ini langsung menjadi atensi utama bagi LBH GP Ansor. Sesuai dengan tekad yang diusung oleh kepengurusan periode 2024-2028, LBH GP Ansor bertekad tidak akan menolak kasus yang menyangkut dugaan kekerasan pada perempuan dan anak. Oleh karenanya, kasus ini ditangani dengan sifat bantuan hukum gratis atau pro bono, sebagai bentuk keberpihakan kepada kaum rentan.
Setelah mempelajari perkara secara mendalam, LBH GP Ansor Kota Malang secara resmi menjadi penasihat hukum bagi Nurul Sahara pada 15 September 2025. Tiga hari kemudian, pada 18 September 2025, LBH GP Ansor melayangkan laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Imam Muslimin.
Detail Dugaan Pelanggaran yang Mendukung Keberpihakan
Zakki menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang menguatkan tuduhan pencemaran nama baik dan dugaan pelecehan seksual. Salah satu bentuk pencemaran nama baik yang sangat merugikan Sahara adalah tuduhan dari Imam Muslimin yang menuding Sahara sudah berhubungan intim dengan beberapa dosen di Kota Malang.
Di luar tuduhan verbal yang merusak nama baik, Sahara juga dilaporkan mengalami dugaan pelecehan seksual secara verbal yang terjadi berulang kali, terutama saat istri Imam Muslimin sedang menunaikan ibadah haji.
LBH GP Ansor merinci beberapa contoh dugaan kekerasan verbal yang dilaporkan oleh klien mereka, diantaranya:
Imam Muslimin Sering Mengunjungi Garasi Klien: Kunjungan ini dilaporkan meningkat saat istrinya berhaji, berbeda dengan kondisi sebelum haji.
Komentar Pelecehan Verbal: Dalam sela-sela kunjungan, Imam Muslimin melontarkan kalimat seperti, "Mba Sahara kok wangi terus, tolong belikan parfum untuk istri saya. Biar wanginya kayak Mba Sahara". Saat Sahara berniat masuk rumah, Imam Muslimin dilaporkan mengikutinya dan mengatakan, "Harum banget lo Mba Sahara, saya jadi nga****. Jadi kepengen ke***".
Memamerkan Video Mesum: Pada kesempatan lain, saat Sahara sedang bersama pelanggan, Imam Muslimin tiba-tiba datang dan menunjukkan video mesum dirinya dengan sang istri. Ketika Sahara merasa risih dan berniat masuk, Imam Muslimin menghampirinya yang sedang mencuci kaki dan menunjukkan video itu lagi sambil berkata, "Mba Sahara, goyanganku enak kaya gini. Apa sampean gak pengen?"
Pengiriman Video Seksual: Selain itu, Imam Muslimin juga diduga mengirimkan video seksualnya bersama istrinya kepada karyawan Sahara yang bernama Agiel.
"Beberapa kejadian inilah yang membuat LBH GP Ansor turun tangan meski tanpa mendapatkan imbalan material apapun dari klien kami," tegas Zakki.
Zakki menambahkan bahwa dalam waktu dekat, LBH GP Ansor juga berencana untuk melaporkan secara resmi dugaan kekerasan seksual ini kepada pihak kepolisian.
Pengakuan Klien dan Harapan Proses Hukum
Meskipun fokus pada pembelaan hukum, Zakki tidak menampik bahwa klien mereka, Nurul Sahara, juga mengakui adanya beberapa kesalahan etis yang telah dilakukan.
"Klien kami yang kami dampingi secara sukarela, Saudari Nurul Sahara, juga melakukan beberapa kesalahan etis, yang mana beliau sudah minta maaf kepada Imam Muslimin dan sudah kami himbau untuk tidak lagi proaktif dalam kasus ini," ujar Zakki.
LBH GP Ansor kembali menegaskan bahwa peran mereka terbatas pada penanganan masalah hukum dan tidak ingin terseret dalam penggiringan opini publik serta framing di media sosial mengenai siapa yang benar atau salah.
"LBH GP Ansor berharap aparat hukum bisa menangani kasus ini seadil-adilnya," pungkas Zakki, menutup penjelasannya dengan menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara kepada pihak berwenang. Keputusan ini menunjukkan komitmen LBH GP Ansor untuk membela hak-hak korban dugaan kekerasan, terlepas dari status sosial dan potensi polemik yang menyertai kasus tersebut.